Kamis, 02 Agustus 2012
Unknown
PROFIL ANGGOTA TDA KAMPUS SEMARANG
PROFIL ANGGOTA TDA KAMPUS SEMARANG
A. BIODATA PEMILIK
1. Nama :
2. TTL :
3. Alamat Tempat Tinggal :
4. Alamat Tempat Usaha :
5. No. Telp Rumah / Kantor :
Handphone :
PIN BB :
Email :
Website / Blog :
Facebook :
Twitter :
B. DATA USAHA / PERUSAHAAN
1. Bentuk Usaha : PT / CV / PD / KOPERASI / LAINNYA
2. Nama Badan Usaha :
3. Bidang Usaha :
Jenis Bidang Usaha :
Nama Brand :
Berdiri Sejak :
C. DATA USAHA DAN KEUANGAN
1. Apakah usaha Anda sekarang ini :
a. Usaha Sendiri
b. Usaha Patungan dengan Teman
c. Usaha Patungan dengan Keluarga.
2. Uraikan secara singkat Kondisi dan Rencana Perusahaan Anda saat ini :
Uraian :
3. Omzet rata – rata per tahun dari seluruh usaha :
a. < 100 juta
b. 101 juta – 300 juta
c. 301 juta – 500 juta
d. 501 juta – Rp 1 M
e. Rp 1 M – Rp 2,5 M
f. Rp 2,5 M – Rp 5 M
g. Rp 5 M – Rp 10 M
h. > Rp 10 M
4. Jumlah Karyawan :
a. Karyawan Tetap : orang
b. Karyawan Tidak Tetap : orang
D. ADMINISTRASI
1. Mempunyai catatan keuangan : Ya / Tidak
2. Mempunyai arsip penerimaan dan pengeluaran Kas / Bank : Ya / Tidak
3. Sebagai Nasabah Bank :
E. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SAAT INI
1. Masalah dalam Produksi : Ya / Tidak
2. Masalah dalam Pengelolaan SDM : Ya / Tidak
3. Masalah dalam Pemasaran : Ya / Tidak
4. Masalah dalam Pengelolaan Keuangan : Ya / Tidak
5. Masalah dalam Bussiness Process : Ya / Tidak
6. Masalah dalam Akses ke Lembaga Keuangan / Bank : Ya / Tidak
7. Masalah dalam hal Jaringan Bisnis / Networking : Ya / Tidak
8. Masalah dalam hal Hukum dan Advokasi : Ya / Tidak
Terimakasih atas data – data yang Anda isi, Insya Alloh ini sangat berguna untuk perkembangan usaha Anda semua di masa datang.
Salam bersama Menebar Rahmat,
Sekretariat TDA
Tanda Tangan YBS
Unknown
PEMBENTUKAN TDA KAMPUS WILAYAH SEMARANG
Berawal dari sebuah pemikiran besar untuk membangun jiwa entrepreneurs muda di wilayah Semarang, terutama di kalangan mahasiswa, yang akan menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan bangsa ini, terbentuklah sebuah komunitas Tangan Di Atas (TDA) Kampus Wilayah Semarang. Komunitas TDA Kampus wilayah Semarang merupakan komunitas TDA Kampus Wilayah yang pertama kali di bentuk di Indonesia. Komunitas ini terbentuk dibawah bimbingan dan naungan TDA Kampus Pusat yang berlokasi di Depok, Jawa Barat. Selain itu juga dimentor oleh para usahawan profesional di wilayah Semarang sampai seluruh Indonesia yang tergabung dalam komunitas Tangan Diatas.
TDA Kampus wilayah Semarang didirikan pada tanggal 02 Juni 2012 dengan bantuan para founder TDA Kampus, diantaranya Kak Beky, Kak Arry Rahmawan dan Kak Syarif Hidayatullah. Dewi Masithoh sebagai Koordinator Pembentukan TDA Kampus Wilayah Semarang telah mendapatkan lampu hijau dari Ketua TDA Semarang Bapak Fauzun A. Mustofa untuk pembentukan TDA Kampus Wilayah Semarang. Akhirnya kini Semarang mempunyai wadah untuk para mahasiswa yang ingin menjadi pengusaha sukses dunia akhirat.
Menjadi Wirausaha bukanlah dikarenakan bakat yang dimiliki namun wirausaha itu dapat dipelajari dan dikembangkan kepada orang lain. Itulah yang akan ditanamkan oleh para pementor - pementor TDA Kampus agar para pemuda pemudi kampus terus termotivasi untuk belajar dan belajar mengembangkan insting wirausaha.
Pada periode pertama ini Kepengurusan TDA Kampus Semarang diwarnai oleh para pemuda pemudi kampus yang berdedikasi di bidang masing masing diantaranya
Ketua TDA Kampus Semarang : Dewi Masithoh
Sekjend : Dwiyanto
Administrasi dan Keuangan : Nia Risti
Kadiv HRD : Saesar Agung Triwanda
Kadiv R&B : Titin Nurusholah
Kadiv MM : Zaenal Abidin
Kadiv PR : Badiuzzaman
Besar harapan seluruh pengurus baru ini agar dapat menjalankan amanah yang telah diberikan dengan baik dan dengan antusiasme ratusan mahasiswa yang mengantri untuk menjadi member dari TDA kampus menjadi daftar panjang deretan tugas yang harus diemban oleh pengurus pengurus baru ini...
Salam PASI –PrayActShareInspire-
Semangat Menebar Rahmat
Kamis, 26 Juli 2012
Unknown
Boediono Dukung Kuliah Wirausaha
VIVAnews - Wakil Presiden Boediono menyambut baik
rencana program wirausaha Mandiri yang membidik mahasiswa sebagai
sasaran. Dalam program yang dilakukan Bank Mandiri itu, juga disiapkan
Modul Kewirausahaan di enam perguruan tinggi negeri.
Keenam perguruan tinggi itu adalah Universitas Indonesia, Institut
Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran,
Institut Teknologi 10 November Surabaya, dan Universitas Gadjah Mada.
Boediono juga berharap mata kuliah tersebut dapat dipraktekkan juga di tiap fakultas dari semua universitas yang ada.
"Kurikulum atau silabus seyogyanya dipraktekkan di universitas, dan terbatas di luar universitas. Kalau bisa integrasikan, hingga ke semua fakultas," kata Boediono saat memberikan sambutan dalam penghargaan Wirausaha Mandiri di Jakarta, Kamis 22 Januari 2010.
Kewirausahaan, menurut Boediono, memang didapatkan dari pengalaman. "Tidak didapat dari buku teks (text book), dibuat soal, dan lulus dengan nilai baik," ucapnya.
Karena itu Boediono menyarankan, hendaknya dalam pengajaran wirausaha diberi motivasi. Karena dalam wirausaha, diperlukan sikap berani ambil resiko dan analisa penuh perhitungan. "Sejak awal perlu diberi semacam upaya untuk membangkitkan," ujar Boediono.
Dengan demikian, Boediono berharap wirausaha bisa menjadi penggerak ekonomi bangsa. "Semakin banyak semakin kuat ekonomi kita," tutur ahli ekonomi asal Universitas Gajah Mada ini.
Boediono juga berharap mata kuliah tersebut dapat dipraktekkan juga di tiap fakultas dari semua universitas yang ada.
"Kurikulum atau silabus seyogyanya dipraktekkan di universitas, dan terbatas di luar universitas. Kalau bisa integrasikan, hingga ke semua fakultas," kata Boediono saat memberikan sambutan dalam penghargaan Wirausaha Mandiri di Jakarta, Kamis 22 Januari 2010.
Kewirausahaan, menurut Boediono, memang didapatkan dari pengalaman. "Tidak didapat dari buku teks (text book), dibuat soal, dan lulus dengan nilai baik," ucapnya.
Karena itu Boediono menyarankan, hendaknya dalam pengajaran wirausaha diberi motivasi. Karena dalam wirausaha, diperlukan sikap berani ambil resiko dan analisa penuh perhitungan. "Sejak awal perlu diberi semacam upaya untuk membangkitkan," ujar Boediono.
Dengan demikian, Boediono berharap wirausaha bisa menjadi penggerak ekonomi bangsa. "Semakin banyak semakin kuat ekonomi kita," tutur ahli ekonomi asal Universitas Gajah Mada ini.
Unknown
"Pemerintah Sebaiknya Bantu Pengusaha Muda"
IVAnews -
ASEAN Economic Community 2015 bisa membuka peluang, sekaligus ancaman
bagi Indonesia. Dengan jumlah penduduk terbesar di kawasan ini,
Indonesia memang menjadi pasar yang menggiurkan.
"Menyambut ASEAN Economic Community 2015, pasar kita berpotensi menjadi pasar negara lain," kata Ketua Umum HIPMI Raja Sapta Oktohari di Hotel Gran Melia, Jakarta, Sabtu 9 Juni 2012.
Menurut Raja, berpenduduk sekitar 247 juta jiwa, Indonesia menjadi yang terbesar di ASEAN. "Setiap tahun, kita melahirkan populasi baru yang sama dengan Singapura. Dalam lima tahun, sama dengan Malaysia," katanya.
Sapta mengungkapkan, besarnya jumlah penduduk ini menjadikan Indonesia incaran para pelaku ekonomi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
"Menyambut ASEAN Economic Community 2015, pasar kita berpotensi menjadi pasar negara lain," kata Ketua Umum HIPMI Raja Sapta Oktohari di Hotel Gran Melia, Jakarta, Sabtu 9 Juni 2012.
Menurut Raja, berpenduduk sekitar 247 juta jiwa, Indonesia menjadi yang terbesar di ASEAN. "Setiap tahun, kita melahirkan populasi baru yang sama dengan Singapura. Dalam lima tahun, sama dengan Malaysia," katanya.
Sapta mengungkapkan, besarnya jumlah penduduk ini menjadikan Indonesia incaran para pelaku ekonomi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Sebab itu, kata dia,
pemerintah dan pengusaha harus bekerja sama untuk lebih kreatif dan
berusaha lebih keras dalam menyediakan kebutuhan dalam negeri.
"Pemerintah diminta untuk bisa mengakomodir pengusaha-pengusaha muda
dalam membantu kemajuan bangsa," ujarnya.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yang hadir dalam acara Pembukaan Sidang Dewan Pleno HIPMI itu menuturkan, pemerintah menargetkan peningkatan kualitas pendidikan pada sumber daya manusia Indonesia untuk memperkuat daya saing Tanah Air.
Menurutnya, pada 2019, ditargetkan 20 persen penduduk Indonesia bisa mengenyam pendidikan tinggi. "Untuk menjadi negara maju, setidaknya Indonesia membutuhkan sekitar 20 persen penduduknya menjadi lulusan perguruan tinggi," kata Hatta.
Namun, kata Hatta, banyak usia kuliah yang sudah harus terjun ke dunia kerja karena berbagai alasan. "Usia 18-19 tahun kita rontok menjadi pekerja, sehingga hanya delapan persen dari total penduduk saat ini yang merasakan perguruan tinggi," ujarnya.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yang hadir dalam acara Pembukaan Sidang Dewan Pleno HIPMI itu menuturkan, pemerintah menargetkan peningkatan kualitas pendidikan pada sumber daya manusia Indonesia untuk memperkuat daya saing Tanah Air.
Menurutnya, pada 2019, ditargetkan 20 persen penduduk Indonesia bisa mengenyam pendidikan tinggi. "Untuk menjadi negara maju, setidaknya Indonesia membutuhkan sekitar 20 persen penduduknya menjadi lulusan perguruan tinggi," kata Hatta.
Namun, kata Hatta, banyak usia kuliah yang sudah harus terjun ke dunia kerja karena berbagai alasan. "Usia 18-19 tahun kita rontok menjadi pekerja, sehingga hanya delapan persen dari total penduduk saat ini yang merasakan perguruan tinggi," ujarnya.
Unknown
Tiga Pengusaha Muda Indonesia Sukses di Afsel
DUA
di antara tiga pengusaha muda Indonesia yang sukses mengembakan usaha
di Afrika Selatan. Alex (kiri) dan Sariat (kanan), saat ini juga mencoba
memperkenalkan sejumlah produk asal Indonesia.*
JOHANNESBURG, (PRLM).- Pasar Afrika Selatan (Afsel) belum menjadi
target para pengusaha Indonesia. Dalam beberapa tahun ini, hanya ada
tiga pengusaha Indonesia yang eksis mengembangkan bisnisnya di Afrika
Selatan. Mereka adalah Sariat Arifia dan Alex Alamsyah, keduanya
berkantor di Johannesburg, serta Henriko di Pretoria.
Sariat Arifia selain pengusaha, juga Ketua Asosiasi Pencak Silat
Afrika Selatan. Sariat dan Alex merupakan dua pengusaha yang masih muda.
Sariat yang asal Betawi baru berusia 35 tahun, sedangkan Alex yang
berasal dari Padang lebih muda lagi, baru 29 tahun.
Sariat mengatakan, dia baru mengembangkan bisnisnya sekitar lima
tahun di Afrika Selatan. "Saya punya kenalan di Afrika Selatan dan
mengajak berbisnis. Saya terima ajakan tersebut," kata Sariat yang
merupakan pengusaha pengapalan (shipping and forwarding) di bawah
bendera PT Asanda Lautan Lima di Indonesia dan New South Africa Shipping
di Afrika Selatan.
Diakui Sariat, pada tahun-tahun pertama, dia lebih banyak
mengeluarkan uang. "Sebagai pebisnis baru dan juga target pasar yang
baru, tentu saja banyak rintangan. Apalagi, birokrasi di Afrika Selatan
sangat lambat. Namun, seriring berjalannya waktu, bisnis saya mulai
berjalan lancar. Pengorbanan saya pada tahun-tahun pertama akhirnya
terbayar," kata Sariat yang sudah dua tahun ini bermukim di Afrika
selatan beserta istrinya.
Bahkan, Sariat kini mulai merambah bisnis lainnya yaitu mendatangkan
produk-produk dan makanan-makanan khas Indonesia seperti kerupuk, bumbu
pecel, sambal terasi, hingga cendol. "Ada sekitar 70 item produk yang
saya bawa dari Indonesia. Saya bercita-cita, satu saat nanti bisa
memiliki toko khusus menjual produk-produk makanan Indonesia di Afrika
Selatan. Produk Indonesia cukup digemari. Yang paling laku sekarang ini
adalah bumbu rendang," kata Sariat.
Sedangkan Alex, yang sebelumnya bekerja di Singapura, menjual mi
instan dan rokok kretek. "Khusus untuk mi instan, produk ini sangat
digemari di daerah-daerah kumuh seperti Hillbrow dan Alexandria. Kalau
untuk menembus kalangan kulit putih belum bisa," kata Alex, yang
menambahkan dalam sebulan bisnis mi instannya menembus angka Rp 1,4
miliar.
Dalam sebulan, Alex mengatakan, dia mendatangkan sekitar 1.600 dus mi
instan. "Harga satuan mi instan di sini sekitar 2,5 rand (sekitar Rp
3.250,00). Namun, penetrasinya masih ke kampung-kampung. Di daerah kumuh
Hillbrow, dalam sebulan bisa terjual sampai 400 dus. Kalau mi memliki
prospek yang bagus," kata Alex, yang baru berjualan mi instan sekitar
1,5 tahun lalu.
Alex juga terjun dalam bisnis rokok kretek asal Indonesia. "Bisnis
rokok sudah dimulai pada 2006, tetapi izinnya baru keluar pada 2007.
Untuk usaha produk tembakau memang izinnya rada susah. Namun, kini
semuanya sudah berjalan. Untuk rokok kretek dengan kualitas bagus, dalam
sebulan saya baru bisa memasarkan seratus slop. Rokok kretek tidak
dijual sembarangan, harus di tempat penjualan khusus, antara lain bareng
dengan cerutu," kata Alex lagi.
Seperti halnya Sariat, Alex juga mengakui, Afrika Selatan menjadi
tantangan tersendiri. "Saya juga pernah bisnis lainnya seperti bir,
tetapi gagal. Saingannya di sini terlalu banyak. Saya juga pernah
menjadi korban penipuan, walau uang saya akhirnya bisa kembali," ujar
Alex, yang kini tengah mencoba untuk mendatangkan minuman teh dari
Indonesia dan juga berbagai produk khas Indonesia lainnya seperti kecap
dan terasi.
Menurut Alex, pada 2007 ada yang menelefonnya dan mengatakan butuh
kopi. Alex kemudian minta dia mengirim uang dulu ke rekeningnya. Setelah
uang masuk, dia kirimkan kopi tersebut. Namun, tiga hari kemudian, uang
yang sudah ada di rekeningnya ditarik lagi.
"Saya juga heran mengapa uang yang sudah masuk rekening saya bisa
ditarik lagi. Saya komplain ke bank. Walau prosesnya rada lama, uang
saya tersebut akhirnya kembali," kata Alex, yang juga berpartner dengan
pengusaha lokal. Suka dan duka pernah dialami pengusaha Indonesia. Pada
awalnya, kesulitan yang mereka hadapi. Namun, kini mereka sudah mulai
memetik apa yang mereka tanam sebelumnya. (A-57/A-147)***
Unknown
Cerita Sukses Bob Sadino
Bob Sadino
(Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang
pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan.
Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam
banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek
dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir dari
sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima
bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur
19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara
kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Bob
kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam
perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih
9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan
juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu
dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada
tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2
Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk
membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain
tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia,
Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad
untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan
pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah
menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi
sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang
mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk
memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya
ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan
hidup yang dialaminya.
Suatu
hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi
yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul
inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya.
Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia
pun juga bisa.
Sebagai
peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram
telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak
langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris.
Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat
banyak menetap orang asing.
Tidak
jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun.
Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan
drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan.
Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik
tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil
sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis
pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya
holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang
asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para
petani di beberapa daerah.
Bob
percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi
kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan
istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang
penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di
saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak
harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah
pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang,
terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera
melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.
Keberhasilan
Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke
lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya.
Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari
ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut
Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba
canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran
dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati
pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan
akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha
melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob
menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota
keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama,
semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Anak Guru
Kembali
ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan
pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan
Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad,
bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP
dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal
yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu
ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika
itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan
mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu
kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi
berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,”
kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob lantas bekerja jadi kuli
bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang
berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan
keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang
harus mencari nafkah.”
Untuk
menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari
kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil
menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur
sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di
Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru,
Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan
Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging
olahan, dan 100 ton sayuran segar.
"Saya
hidup dari fantasi," kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah
dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual
kangkung Rp 1.000 per kilogram. "Di mana pun tidak ada orang jual
kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.
Om
Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar
bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada
habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam.
Haji
yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz.
Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan
dua anaknya.
Sumber: http://hfcorner.blogspot.com/2012/05/kisah-sukses-pengusaha-bob-sadino.html#ixzz21iH8KAbp
(c) HFcorner
Minggu, 22 Juli 2012
Unknown
Kisah Sukses Pengusaha Indonesia di Amerika, Bukti Indonesia Bisa dan Kita Mampu
Sumber Gambar: Theglobeandmail.com |
Sukses
merupakan hal yang diinginkan oleh semua orang dalam bidang apapun
sesuai dengan minatnya. Namun kesuksesan rasanya bukanlah hal yang
begitu saja datang tanpa kerja keras dan ketekunan seperti yang
dilakukan oleh para pengusaha sukses yang diliput dalam Liputan VOA Indonesia yang terangkum dalam Video Youtube di Channel VoaIndonesia-Youtube.
Tak tanggung tanggung usaha yang mereka kerjakan pun kental dengan ciri khas bangsa Indonesia dan memakai bahan-bahan produksi dari Indonesia yang tentunya tidak kalah kualitasnya dengan produk asli Amerika.
Sebut saja Fredi Tumakaka pemuda asal Jakarta yang melanjutkan sekolah musisinya dengan jeli melihat peluang usaha sepatu yang berlebelkan "Praja" yang berasal dari bahasa sansekerta yang artinya generasi baru. Praja ini diproduksi dengan bahan-bahan produksi asli dari Indonesia. Fredi hijrah ke New York sembilan tahun yang lalu dan kini ia telah berhasil memiliki usaha yang menjanjikan dengan menjualnya secara offline maupun online melalui website tokonya. Berikut ulasannya dalam video liputan voanews.
Hal yang dapat kita pelajari dari liputan ini dari Fredi mungkin:
- melihat peluang/ kesempatan
- riset pasar, dan kualitas produk yang bagus seperti bahan asli Indonesia dari tenun tubah sebagai bahan dasar sepatu praja tersebut.
- pengembangan produk dan ikut pameran
- jual secara online selain offline
Apa yang dilakukan Fredi juga tak kalah hebatnya dengan yang dilakukan oleh Felix Tansil dengan usaha bisnis kopi nya yang jeli menangkap peluang mengingat sekitar 54% warga dewasa AS minum kopi setiap harinya. Felix mendirikan bisnis Nagadi Cofee Roasters di negara bagian Maryland. Nagadi berasal dari bahasa ethiopia yang artinya pengelana sesuai dengan konsep warung kopinya yang berasal dari berbagai negara termasuk kopi dari Indonesia yaitu kopi toraja sulawesi. Berikut ulasannya
Hal yang dapat kita pelajari dari liputan warung kopi ini mungkin:
- Melihat peluang, melalui pembicaraan orang sekitar 54% orang dewasa suka minum kopi
- mental siap maka segera lakukan
- sesuai konsep pengelana, kopi yang ada jarang ditemukan kecuali di warung kopi tersebut dengan beaneka ragam kopi dari penjuru dunia
- selain itu kualitas kopi harus diperhatikan, yakni dengan filter atau menyyaring terlebih dahulu kopi
- hanya menjual fresh kopi yang bertahan tidak lebih dari 2 minggu
- jual secara online selain offline
Usaha kreatif pun dilakukan oleh dua orang bersaudara asal indonesia Erwin Cahyadi dan Erick memanfaatkan tren Food Truck alias Restoran Berjalan di pusat kota Los Angeles dengan membuka usahanya dengan nama Food Truck Komodo yang memang binatang ini merupakan maskot Indonesia hingga menjadi one of the new7wonders in the world (7 keajaiban dunia baru). Berikut liputannya:
Hal yang dapat kita pelajari dari liputan Komodo Truck ini mungkin:
- Memperkenalkan nama komodo dimana orang tertarik untuk lebih tahu komodo
- karena usaha ini usaha makanan cepat saji, jadi harus memperhatikan bahan-bahan makanan yang cepat dimasak dan praktis
- kualitas bahan yang segar dan menu yang praktis
- menu andalan dari indonesia rendang yang sudah diakui dunia sebagai makanan terlezat
- promosi dari mulut ke mulut emang hal yang sangat jitu dalam berpromosi
Tak jauh berbeda dengan usaha yang dilakukan Erwin dan Erick, hal yang sama juga dilakukan oleh Fenny dan Anton dengan menjual makanan cepat saji yang diberi nama "Wayang House" dipusat kota Portland negara bagian Oregon. Mereka menjual makanan makanan asli Indonesia sesuai dengan namanya wayang house yang berarti rumah wayang yang merupakan kesenian asli Indonesia. Berikut liputannya
Hal yang dapat dipelajari dari Wayang House ini mungkin:
- melihat peluang dengan ramainya food court
- berani melawan nervous untuk melakukan usaha
- sesuai dengan hobi memasak
Masih dengan usaha yang sama yakni kuliner atau makanan David Sarja
seorang imigran asal Indonesia ini berhasil dalam usaha restorannya
yang kini sudah membuka tiga restoran di negara bagian Florida. Berikut
liputannya
Hal yang dapat dipelajari dari David Sarja ini mungkin:
- melihat peluang dengan mendirikan restoran
- berani mencoba meski gagal dan lihat peluang lainnya
- sukses dengan satu restoran berani membuka lagi restoran baru
- kerja keras
- meluangkan waktu bekerja sekitar 60-80 jam seminggu
- online store juga selain offline
Satu lagi yang membuat bangga adalah Rumah Makan Khusus Tempe "Tempe House", buatan Ibu Ratina
yang sudah terkenal di California dan sekitarnya. Tempe memang khas
Indonesia dan kini menjadi makanan yang juga disukai oleh orang amerika
terutama dibagian Los Angeles dan California. Berikut liputannya
Hal yang dapat dipelajari dari Tempe House ini mungkin:
- melihat peluang bahwa tempe belum ada di daerah sekitar
- bermula dari modal kecil dari rumah, meski kemudian digrebek polisi karena dilarang usaha di rumah
- berani membeli sebuh restoran/toko
- terus bereksperimen menghasilkan kualitas produk (tempe) yang tinggi dan fresh
- promosi dari mulut ke mulut hingga banyak toko yang memesan
- jual di toko selain tempe namun juga dengan makanan lainnya.
Sungguh luar biasa kalau orang barat bilang amazing atau awesome.
Yah itulah kata yang memang pantas diungkapkan bagi mereka yang telah
sukses berusaha di negeri orang lain di Amerika, dan masih banyak lagi
daftar pengusaha sukses lainnya dengan ide usahanya yang dapat kita
lihat di Channel VoanewsIndonesia di youtube.
Beberapa hal yang dapat kita ambil dari kisah sukses disana bahwa yang namanya usaha dalam upaya menjadi pengusaha sukses perlu: pandai melihat peluang usaha, kerja keras, riset pasar, berani dan tidak mudah patah arang, berinovasi dan memiliki ide yang unik kreatif, dan tentu produk yang baik dan berkualitas, terakhir sepertinya untuk tambahan yakni do'a. Selain itu mengembangkan pasar dengan jualan online yang memang sangat mujarab dalam berusaha dengan modal yang sangat minim, selain itu mampu menjangkau siapapun di seluruh dunia secara cepat.
Kisah sukses pengusaha di atas tentu
sangat menginspirasi kita dalam berusaha, sekaligus bangga akan mereka
yang telah mengharumkan dan menginformasikan bahwa "nih gue orang Indonesia, dan gue gak malu, ini loh usaha gue yang mencirikan khas negara kami"
mungkin kalimat itu yang bisa saya ambil dari setiap kilasan video
tentang mereka yang bangga akan negaranya dan tak lupa menampilkan ciri
khas indonesia di setiap usaha yang mereka lakukan.
Menjadi inspirasi dalam berkarya
dan berusaha memang diperlukan sekali bagi bangsa Indonesia dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan bangsa ini. Jumlah usaha yang masih kurang
dari total seluruh penduduk Indonesia ini menjadi salah satu faktor
masih kurangnya lapangan kerja.
Indonesia yang kini berpenduduk 237 juta jiwa lebih menurut sosiolog David McCleiland setidaknya jumlah pengusaha Indonesia minimal dua persen atau sekitar 4,74 juta jiwa dari total penduduk. Saat ini jumlah pengusaha Indonesia baru mencapai sekitar 1,56 persen menurut Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan. Selain itu menurut teori suatu negara dapat maju minimal dengan jumlah enterpreneur 2 persen. (sumber: Republika & vivanews.com)
Jika saya menyimpulkan mengapa
minimal harus 2 persen kemungkinan karena dengan jumlah pengusaha
tersebut setidaknya dapat membuka lapangan kerja bagi pengangguran untuk
memperoleh kesejahteraan yang baik serta dapat meningkatkan angka
devisa negara yang mampu menambah baik kualitas ekonomi Indonesia yang
pada akhirnya dapat mengembangkan ekonomi negara menjadi ekonomi yang
maju.
Mari kita bandingkan saja dengan
Amerika yang sekitar 12 persen dan Jepang dengan 10 persen. Indonesia
masih tertinggal jauh. Hal ini menurut Ketua Himpunan Pengusaha
Indonesia (HIPMI) Raja Sapta Oktohari dikarenakan masih banyak
permasalahan klasik yang jadi penghambat perkembangan dunia
kewirausahaan salah satunya akses permodalan yang sulit. pemerintah
Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis guna mengembangkan
wirausaha seperti melakukan identifikasi wirausaha yang ada saat ini.
Selain daripada itu, menurut wakil ketua HIPMI Salim Karim yang dilansir dalam berita voanewsindonesia 13 juni 2012, "pemerintah harus mampu mendukung para pengusaha muda dengan cara menciptakan iklim investasi yang kondusif. Sudah saatnya industri di Indonesia memiliki teknologi canggih sehingga mampu membuat produk-produk berkualitas tinggi sekaligus siap pakai sehingga lebih diminati konsumen. Langkah tersebut menurutnya akan mampu menyerap banyak tenaga kerja dan mampu bersaing dengan produk-produk asing. Namun diingatkannya untuk mencapainya perlu didukung situasi ekonomi dan politik yang kondusif agar para pengusaha muda merasa aman dan nyaman dalam mengembangkan berbagai inovasi".
Mari kita renungkan kembali,
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam kita setuju
akan semua itu, namun juga Indonesia adalah negara yang penuh dengan
potensi potensi enterpreneur yang besar terbukti dengan adanya
pengusaha-pengusaha sukses yang ada di luar negeri, bukan hanya di
Amerika tapi juga negeri yang lain.
Hal itulah yang dapat memacu
kita menjadi seorang wirausaha yang sukses bahwa kita bisa dan kita
mampu menjadi lebih baik. Rasanya sudah cape kita mengeluh tentang
pemerintah yang kurang memperhatikan kesejahteraan bangsa, mari kita
buktikan bahwa kita bisa menjadi warga negara yang cerdas dan mampu
membawa nama baik bangsa menjadi negara yang perekonomiannya maju salah
satunya menjadi enterpreneur. Bukankah orang bijak mengatakan "jangan tanya apa yang diberikan negara untukmu, namun tanyakanlah apa yang bisa diberikan dirimu untuk negara".
Rasanya yang terbaik adalah kita
berusaha, namun juga pemerintah harus mendukung. Gotong royong sebagai
ciri khas Indonesia harusnya teraplikasikan dalam upaya peningkatan
perekonomian bangsa bukan malah gotong royong dalam korupsi yang
menyengsarakan rakyat. Wallahu'alam
Pustaka tulisan:
Voanewsindonesia
Majalah Republika
Unknown
Kisah Sukses Pengusaha Jamur
Sukses dengan berbisnis jamur tentu bukan hanya isapan jempol belaka. Semua orang memiliki peluang yang sama untuk bisa meraih sukses melalui bisnis jamur. Salah satunya yaitu Ir. Eddy W. Santoso yang sukses membangun PT. Teras Desa Intidaya untuk membudidayakan jamur lingzhi, hiratake, shiitake, hon shimeiji, jamur tiram, jamur kuping, maitake, dan enoki.
Memulai usaha budidaya jamur di saat krisis moneter terjadi, tentu bukan perkara mudah bagi seorang Eddy W. Santoso. Pada awalnya lelaki lulusan Teknik ITB ini tidak tertarik untuk terjun menekuni bisnis budidaya jamur. Beliau lebih berminat menekuni bisnis komputer sebagai peluang usaha yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Namun sayang, perjalanan bisnis komputer yang telah dijalankannya selama 15 tahun ini harus gulung tikar diterjang badai krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997.
Kegagalannya dalam menjalankan bisnis komputer membuat Eddy harus berpikir keras dan berusaha bangkit dari keterpurukan yang sedang Ia alami. Saat itu permintaan komputer nyaris terhenti, sehingga Ia harus mencari peluang bisnis baru yang lebih menjanjikan di tahun-tahun yang akan datang.
Sejak kejadian tersebut, setiap harinya Eddy melakukan riset pasar dan belajar dari para pengusaha sukses yang ada di sekitarnya. Dan setelah melakukan pengamatan yang cukup lama, Eddy pun menjatuhkan pilihannya untuk menekuni bisnis jamur sebagai usaha barunya. Peluang tersebut diambil Eddy karena pada dasarnya tanaman jamur cukup mudah untuk dibudidayakan, terutama di daerah dingin seperti Jawa Barat. Selain itu kandungan gizi pada jamur juga cukup tinggi, sehingga peluang pasarnya pun masih sangat terbuka lebar.
Setelah tiga tahun menjalankan bisnis budidaya jamur, Eddy semakin optimis bahwa dirinya tidak salah memilih peluang bisnis. Pasalnya dari tahun ke tahun, permintaan pasar jamur semakin menunjukan peningkatan yang cukup tajam. Bahkan bisnis jamur yang dikembangkan Eddy belum bisa mencukupi permintaan jamur di sekitar kota Bandung dan Jakarta.
Melihat permintaan jamur (terutama jamur hiratake dan jamur lingzhi) yang terus meningkat, Eddy pun mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan kurang lebih 1 hektar lahan yang ada di Lembang untuk membudidayakan jamur. Tidak hanya itu saja, Eddy pun menggandeng para pemuda pengangguran di sekitar lokasi tersebut untuk diberikan pelatihan budidaya jamur sebelum mereka direkrut sebagai karyawan PT. Teras Desa Intidaya. Bahkan kesuksesan bisnis jamur Eddy tidak berhenti sampai disitu, untuk memperluas bisnis jamurnya Ia pun menjalin kerjasama dengan beberapa petani plasma guna mencukupi permintaan pasar jamur obat yang terus meningkat.
Kini di tengah kesuksesannya menjalankan bisnis budidaya jamur, Eddy tidak pernah lelah untuk berusaha memberikan nilai lebih kepada masyarakat sekitar dengan mengenalkan macam-macam jamur dan manfaatnya bagi para konsumen. Selain itu Eddy juga berharap, agar masyarakat Indonesia mulai mengembangkan bisnis jamur karena potensi pasar lokal maupun internasional masih sangat terbuka lebar.
Semoga kisah sukses pengusaha jamur ini bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca, khususnya para pemula yang tertarik menekuni bisnis jamur. Ingat, selalu ada peluang bagi siapa saja yang mau tekun dan terus berusaha. Mulai dari yang kecil, mulai dari yang mudah, mulai dari sekarang. Ayo berbisnis jamur !!!
Sumber : http://bisnisukm.com/
Memulai usaha budidaya jamur di saat krisis moneter terjadi, tentu bukan perkara mudah bagi seorang Eddy W. Santoso. Pada awalnya lelaki lulusan Teknik ITB ini tidak tertarik untuk terjun menekuni bisnis budidaya jamur. Beliau lebih berminat menekuni bisnis komputer sebagai peluang usaha yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Namun sayang, perjalanan bisnis komputer yang telah dijalankannya selama 15 tahun ini harus gulung tikar diterjang badai krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997.
Kegagalannya dalam menjalankan bisnis komputer membuat Eddy harus berpikir keras dan berusaha bangkit dari keterpurukan yang sedang Ia alami. Saat itu permintaan komputer nyaris terhenti, sehingga Ia harus mencari peluang bisnis baru yang lebih menjanjikan di tahun-tahun yang akan datang.
Sejak kejadian tersebut, setiap harinya Eddy melakukan riset pasar dan belajar dari para pengusaha sukses yang ada di sekitarnya. Dan setelah melakukan pengamatan yang cukup lama, Eddy pun menjatuhkan pilihannya untuk menekuni bisnis jamur sebagai usaha barunya. Peluang tersebut diambil Eddy karena pada dasarnya tanaman jamur cukup mudah untuk dibudidayakan, terutama di daerah dingin seperti Jawa Barat. Selain itu kandungan gizi pada jamur juga cukup tinggi, sehingga peluang pasarnya pun masih sangat terbuka lebar.
Setelah tiga tahun menjalankan bisnis budidaya jamur, Eddy semakin optimis bahwa dirinya tidak salah memilih peluang bisnis. Pasalnya dari tahun ke tahun, permintaan pasar jamur semakin menunjukan peningkatan yang cukup tajam. Bahkan bisnis jamur yang dikembangkan Eddy belum bisa mencukupi permintaan jamur di sekitar kota Bandung dan Jakarta.
Melihat permintaan jamur (terutama jamur hiratake dan jamur lingzhi) yang terus meningkat, Eddy pun mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan kurang lebih 1 hektar lahan yang ada di Lembang untuk membudidayakan jamur. Tidak hanya itu saja, Eddy pun menggandeng para pemuda pengangguran di sekitar lokasi tersebut untuk diberikan pelatihan budidaya jamur sebelum mereka direkrut sebagai karyawan PT. Teras Desa Intidaya. Bahkan kesuksesan bisnis jamur Eddy tidak berhenti sampai disitu, untuk memperluas bisnis jamurnya Ia pun menjalin kerjasama dengan beberapa petani plasma guna mencukupi permintaan pasar jamur obat yang terus meningkat.
Kini di tengah kesuksesannya menjalankan bisnis budidaya jamur, Eddy tidak pernah lelah untuk berusaha memberikan nilai lebih kepada masyarakat sekitar dengan mengenalkan macam-macam jamur dan manfaatnya bagi para konsumen. Selain itu Eddy juga berharap, agar masyarakat Indonesia mulai mengembangkan bisnis jamur karena potensi pasar lokal maupun internasional masih sangat terbuka lebar.
Semoga kisah sukses pengusaha jamur ini bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca, khususnya para pemula yang tertarik menekuni bisnis jamur. Ingat, selalu ada peluang bagi siapa saja yang mau tekun dan terus berusaha. Mulai dari yang kecil, mulai dari yang mudah, mulai dari sekarang. Ayo berbisnis jamur !!!
Sumber : http://bisnisukm.com/
Unknown
Kisah Pengusaha Sukses di Bidang Kuliner
Menjadi seorang pengusaha sukses,
tentunya menjadi impian besar bagi semua orang. Namun sayangnya tidak
banyak orang yang bisa berhasil meraih impian tersebut, mengingat untuk
mencapai sebuah kesuksesan dibutuhkan kerja keras dan tekad yang kuat
guna menghadapi semua rintangan dan hambatan yang sering muncul di
tengah perjalanan menuju sukses. Hal inilah yang memotivasi sepasang
suami istri, Jody Brontosuseno dan Siti Hariyani dalam mengembangkan
usaha.
Jatuh bangun dalam menjalankan sebuah usaha, sudah menjadi bagian dari perjuangan mereka mencapai kesuksesan. Berbagai peluang usaha dari mulai
berdagang roti bakar, berjualan susu, sampai berbisnis kaos partai
musiman pernah mereka jalani, dan semuanya tidak bisa bertahan lama
hingga harus ditutup sebelum mencapai suksesnya.
Meskipun begitu, pengalaman pahit tersebut tidak membuat sepasang
suami istri ini berhenti mencoba peruntungannya di dunia bisnis.
Mengawali kesuksesan bisnisnya pada tahun 2000, Jody dan Anik mencoba
membuka warung steak sederhana dengan memanfaatkan teras rumahnya, yang
berlokasi di Jl. Cendrawasih 30 Demangan Yogyakarta sebagai lokasi
usaha. Berbekal jiwa entrepreneur yang telah mereka miliki, pasangan
serasi ini nekat membangun sebuah rumah makan steak dengan nama “Waroeng
Steak n Shake” yang kini lebih dikenal dengan istilah WS, lain daripada
restoran steak lainnya.
Jika biasanya kuliner ala Eropa ini hanya bisa dinikmati masyarakat
menengah atas, di berbagai restoran mewah atau di hotel-hotel berbintang
dengan harga yang relatif mahal. Jody dan Anik, berhasil menciptakan
sebuah gebrakan baru di bisnis kuliner,
dengan menawarkan salah satu makanan barat yang banyak diminati
masyarakat yaitu steak, dengan harga yang sangat bersahabat dan jauh
dari kata mahal.
Mereka sengaja menawarkan steak di warung sederhananya, untuk
membangun image baru di mata konsumen bahwa menu ala Eropa juga bisa
disajikan di warung makan biasa, dengan cita rasa yang tidak kalah
bersaing dengan steak di hotel-hotel berbintang lima.
Siapa sangka jika strategi tersebut cukup menarik minat konsumen, hingga waroeng steak yang dulunya hanya bermodalkan
5 buah hot plate dan 5 buah meja makan, dengan daya tampung 20
pengunjung. Kini berhasil berkembang pesat, mencapai lebih dari 30
cabang yang tersebar di berbagai kota besar di Indonesia. Seperti di
daerah Jakarta, Medan, Bogor, Bandung, Semarang, Malang, Solo,
Palembang, Yogyakarta, Bali, serta Pekanbaru. Dengan omset ratusan
hingga milyaran rupiah setiap bulannya.
Terobosan baru yang ditawarkan Waroeng steak, melalui mottonya “Bukan
steak biasa” ini berhasil merubah pandangan masyarakat, yang dulunya
beranggapan bahwa makanan steak hanya bisa dikonsumsi orang kaya.
Menjadi makanan baru yang bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat
dengan harga yang sangat terjangkau dan tentunya pas dikantong semua
konsumen.
Dengan menanamkan image murah yang begitu kuat di hati para konsumennya. Kini duet suami istri ini tercatat sebagai salah satu entrepreneur sukses
yang keberadaannya patut diperhitungkan. Karena mereka tidak hanya
sukses mengembangkan puluhan cabang WS di berbagai daerah saja, saat ini
Jody dan Anik juga merambah bisnis makanan lainnya yang menawarkan
berbagai menu bakaran, serta membangun bisnis futsal di seputaran kota
Yogyakarta.
Semoga kisah pengusaha sukses di bidang kuliner
untuk pekan ini, dapat menjadi inspirasi bisnis bagi Anda yang sedang
memulai usaha dan bermanfaat bagi para pembaca. Selamat berkarya dan
salam sukses.
Sumber gambar : http://www.waroengsteakandshake.com/public/images/about.jpg dan http://infomalangraya.wordpress.com/kuliner/waroeng-stake-and-shake/
Sumber gambar : http://www.waroengsteakandshake.com/public/images/about.jpg dan http://infomalangraya.wordpress.com/kuliner/waroeng-stake-and-shake/
Unknown
Ical Bakrie: Saya Pernah Lebih Miskin dari Pengemis!
Artikel ini saya dapat dari blog resminya om Bakrie. Silahkan anda simak baik-baik kisah wirausaha yang sukses ini. Pesen saya, jangan lihat posisinya atau keadaannya sekarang, tapi lihat apa yang ia katakan.
Lihat pengalamannya dan ambil sisi positifnya. Semoga kisah nyata pengusaha sukses ini bisa menginspirasi dan menggugah semangat anda…
Selama ini banyak orang bertanya kepada saya bagaimana rahasianya menjadi pengusaha yang sukses. Mereka berharap saya bersedia membagi pengalaman dan kiat-kiat berusaha supaya sukses.
Bagi saya, membagi pengalaman kepada orang lain menyenangkan, apalagi bila pengalaman saya tersebut bermanfaat.
Senin 5 April lalu, saya diundang oleh Universitas Islam As Syafiiyah, Jakarta, untuk membagi pengalaman. Dalam acara bertajuk “Studium Generale Kewirausahaan” itu saya diminta memberikan ceramah mengenai kewirausahaan dan kiat sukses berbisnis.
Kepada para mahasiswa saya katakan untuk sukses berbisnis kita tidak bisa hanya belajar di bangku kuliah saja. Bangku kuliah hanya mengajarkan dasar dan teori. Sisanya kita belajar kepada mereka yang telah berhasil. Orang itu tidak harus S3 untuk menjadi pengusaha. Bisa jadi hanya S1 seperti saya, bahkan ada yang tidak memiliki ijasah.
Apa langkah pertama yang harus dilakukan untuk memulai usaha dan menggapai kesuksesan? Jawabannya adalah mimpi. Kita harus berani bermimpi menjadi orang yang sukses. Sejarah juga membuktikan banyak temuan hebat dan orang sukses dimulai dari sebuah mimpi. Kalau anda bermimpi saja tidak berani, ngapain membuka usaha.
Tentu saja tidak hanya berhenti sekedar mimpi untuk mencapai sukses. Setelah mimpi anda bangun, lalu pikirkanlah mimpi anda. Berfikirlah yang besar. Seperti kata miliarder Amerika Donald Trump; if you think, think big. Pikir yang besar, pikir jadi presiden, jangan pikir yang kecil-kecil.
Setelah itu anda buat rencana, buat rincian, dan bentuk sebuah tabel. Terakhir, yang paling penting, segera jalankan rencana tersebut. Jika anda bertanya perlukah berdoa? saya katakan berdoa itu perlu (baca : sangat penting). Tapi perencanaan juga perlu. Doa saja tanpa perencanaan saya rasa tidak akan berhasil.
Dulu waktu masih kuliah, saya biasa membuat perencanaan dan membagi waktu. Saya bangun sholat Subuh, lalu latihan karate, setelah itu tidur lagi sampai pukul 10. Baru pukul 11 belajar.
Intinya dengan perencanaan, masalah akan terselesaikan dengan baik. Sekarang juga begitu, saya bagi waktu untuk partai dan lainnya. Pukul sekian seminar, pukul sekian jadi pembicara, pukul sekian… Kadang 10 masalah bisa saya selesaikan sehari.
Keluhan paling sering dilontarkan orang yang tidak berani berusaha adalah tidak mempunyai modal atau dana. Banyak juga yang berkata saya bisa sukses karena ayah saya pengusaha. Itu salah besar. Saat memulai usaha saya tidak mempunyai uang.
Saat akan membeli Kaltim Prima Coal (KPC) saya juga tidak memiliki dana. Caranya saya datangi calon kontraktor dan tawarkan kerjasama yang menguntungkan dia, tapi saratnya dia pinjami saya dana. Saya juga mendatangi bank dan berkata demikian. Lalu dari uang yang dipinjamkan itu, saya membeli KPC dan sekarang menjadi perusahaan besar.
Jangan pernah bicara tidak punya dana. Uang datang jika ada ide besar atau ada proyek yang visible. Bill Gates juga tidak mempunyai uang, tapi dia mempunyai ide bagus. Dia tidak lulus kuliah, dia bukan anak orang kaya, tapi dari garasinya dia bisa membuat Microsoft jadi perusahaan besar.
Maka pikirkan ide yang bagus, lalu anda cari partner yang punya uang. Yakinkan dia dan berkerjasamalah dengan dia. Jika dalam kerjasama partner anda meminta keuntungan lebih besar, jangan persoalkan.
Misal semua ide dari anda tapi anda hanya dapat 10%, itu tidak masalah. Sebab 10% itu masih untung dari pada anda tidak jadi bekerjasama dan hanya dapat nol %. Jangan lihat kantong orang, jangan lihat untung orang, lihat kantong kita ada penambahan atau tidak.
Setelah anda menjalani usaha, suatu saat anda pasti akan menghadapi masalah. Hadapi saja masalah itu, karena masalah adalah bagian dari hidup yang akan terus datang. Saya sendiri juga pernah menghadapi masalah saat krisis ekonomi 1997-1998. Saat itu keadaan perekonomian sulit, semua pengusaha dan perusahaan juga sulit.
Saat itu saya jatuh miskin. Bahkan saya jauh lebih miskin dari pengemis. Ini karena saya memiliki hutang yang sangat besar. Hutang saya saat itu sekitar USD 1 miliar. Di saat yang sulit ini biasanya sahabat-sahabat kita, rekan-rekan kita semua lari.
Karena itu di saat yang sulit ini, kita tidak boleh memperlihatkan kita sedang terpuruk. Jangan perlihatkan kita sedang gelap. Seperti yang diajarkan ayah saya Achmad Bakrie; jangan biarkan dirimu di tempat yang gelap, karena di tempat yang gelap bayangan pun akan meninggalkanmu.
Maka saat susah itu saya tetap tegar dan tidak menunjukkan keterpurukan. Bahkan saya terpilih jadi ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) untuk yang kedua kalinya. Kalau saat itu saya tunjukkan keterpurukan, mana mau mereka memilih saya.
Tapi yang penting setelah kita terpuruk, kita harus bangkit kembali. Kalau saat itu saya tidak bangkit, maka tidak bisa saya seperti saat ini. Saya berprinsip hadapi saja masalah, jangan lari. Banyak usaha yang saya lakukan, misalnya melepas saham keluarga dari 55% jadi tinggal 2,5%. Saya juga mencari pinjaman sana-sini.
Akhirnya dengan usaha keras pada tahun 2001 saya bisa bangkit kembali dan hutang saya bisa dilunasi dan bisnis saya membaik kembali.
Itulah pengalaman saya selama ini. Saya berharap bisa menjadi ilmu yang berguna. Papatah mengatakan pengalaman adalah guru yang paling baik. Sebagai penutup saya ingin bercerita mengenai kisah telur Colombus. Suatu saat Colombus menantang orang-orang untuk membuat telur bisa berdiri.
Saat itu tidak ada satupun orang yang bisa membuat telur berdiri. Kemudian Colombus memberi contoh cara membuat telur berdiri dengan memecahkan bagian bawahnya. Lalu orang-orang berkata; ah, kalau begitu caranya saya juga bisa.
Nah, saya ingin menjadi Colombus. Saya tunjukkan caranya, lalu anda mengatakan; kalau begitu saya juga bisa. Kemudian anda memulai usaha dan menjadi berhasil dan sukses. Saya senang kalau anda sukses, karena semakin banyak orang sukses, semakin maju bangsa ini.
Unknown
Kisah Bekas Kenek Jadi Pengusaha Sukses di London
TEMPO.CO, London - Suara Pance Pondaag menyanyikan Demi Kau dan Si Buah Hati
menemani Firdaus Ahmad menyetir Mercedes 120 CDI di jalanan London yang
padat pada suatu siang akhir Februari lalu. Mobil jembar yang sanggup
mengangkut sepuluh orang itu adalah kendaraan "dinas" laki-laki 54 tahun
ini dari rumah ke restorannya.
Nusa Dua Restaurant berdiri di sudut Dean Street 11, Soho, di jantung ibu kota Inggris itu. Bangunan tiga lantai ini satu-satunya restoran Indonesia di kawasan belanja dan tempat nongkrong anak-anak muda itu. "Sejak Presiden Barack Obama datang ke Indonesia, menu favorit di sini nasi goreng," kata Daus.
Selain itu, ada banyak makanan khas Indonesia di daftar menu: ayam kremes, sayur asem, sambal terasi, tahu isi, soto ayam, tempe, dan kerupuk udang. Saya makan di sana ketika restoran masih tutup menjelang sore. Tapi, di depan pintu, pelanggan dari pelbagai ras yang akan makan malam sudah antre mengular.
Resto ini adalah buah kerja keras Daus selama 20 tahun. Ia tiba di London pada akhir 1981 dengan tiket pesawat yang dikirim saudaranya, sopir di Kedutaan Besar Indonesia di London. Daus nekat berangkat ke Inggris karena penghasilan sebagai kondektur angkutan kota Kampung Melayu-Bekasi tak menentu.
Mendarat di Bandar Udara Heathrow yang sibuk, lulusan SMA 1 Indramayu ini termangu dua jam. Ia tak tahu jalan keluar. Ia amati setiap penumpang. Asumsinya, orang yang kusut pasti baru mendarat setelah penerbangan yang jauh. Ia ikuti mereka menyeret koper. "Saat itu saya baru tahu arti ''exit'' itu keluar," katanya, terbahak.
Daus lalu bekerja di restoran Indonesia sebagai pencuci piring. Tapi resto ini tak berumur lama. Pemiliknya ketahuan mengakali pajak. Pemerintah mengambil alih dan menjualnya. Pembelinya adalah tukang masak asal Malaysia. Resto itu kini jadi rumah makan Asia yang tukang masaknya adalah pemilik lama, bekas majikan Daus.
Seorang pengusaha Singapura kemudian mendirikan Nusa Dua Restaurant. Daus diajak bergabung dan naik pangkat jadi chef. Tapi perkongsian ini hanya bertahan tiga tahun. Pengusaha itu tak sanggup membayar cicilan modal. Royal Bank of Scotland (RBS) menyitanya. Daus kelimpungan tak punya pekerjaan.
Pada 1991 ia sudah menikahi Usya Suharjono, perempuan manis yang tengah kuliah kesekretariatan di London. Ayah Usya adalah wartawan radio BBC seksi Indonesia. Ia mengikuti orang tuanya ke London setelah lulus SMA 2 Jakarta Pusat pada 1983. Daus punya ide mengambil alih Nusa Dua.
Usya maju sebagai negosiator dengan bank karena ia fasih berbahasa Inggris. Daus hingga kini masih gagap. Kepada tiga anaknya, ia berbicara dalam bahasa Indonesia, tapi dijawab dalam bahasa Inggris. Usya membujuk bahwa resto itu merugikan RBS karena tak mendatangkan untung, sementara pajak tetap harus dibayar.
Daus meyakinkan mereka akan mengelola rumah makan dengan jaminan membayar cicilan 1.000 pound tiap bulan tepat waktu. ”Jika tahun pertama pembayaran tak jelas, bank silakan ambil alih lagi,” katanya. Deal. RBS ternyata setuju.
Sejak itu, Daus yang pegang kendali. Ia belanja, ia memasak, ia pula yang melayani pembeli. Karena makanan racikannya enak, pelanggan lama kembali, dan pembeli baru berdatangan. Restorannya mulai untung dengan omzet 10 ribu pon (Rp 140 juta) setiap pekan. Dalam waktu enam tahun, utang 100 ribu pound lunas.
Tabungannya mulai kembung. Daus membeli sebuah rumah seluas 300 meter persegi seharga Rp 5,2 miliar di sudut jalan dekat sekolah anaknya. Rumah sembilan kamar itu kini disewakan kepada pelancong asal Indonesia dengan tarif 19,5 pound semalam. Meski tak ada papan nama, orang tahu rumah bata merah di sudut jalan kompleks elite Colindale itu ”Wisma Indonesia”.
Daus-Usya tinggal tak jauh dari situ. Tiga mobil nangkring di garasi. Semuanya Mercedes yang harga satu unitnya rata-rata Rp 1,4 miliar. Daus kerap bolak-balik London-Bekasi untuk menengok keluarga besarnya di Jatiasih.
Setelah semua pencapaian ini, Daus hanya punya satu cita-cita: pulang kampung setelah anak-anaknya mandiri dan membuat taman pendidikan agama untuk anak-anak miskin.
BAGJA HIDAYAT
Nusa Dua Restaurant berdiri di sudut Dean Street 11, Soho, di jantung ibu kota Inggris itu. Bangunan tiga lantai ini satu-satunya restoran Indonesia di kawasan belanja dan tempat nongkrong anak-anak muda itu. "Sejak Presiden Barack Obama datang ke Indonesia, menu favorit di sini nasi goreng," kata Daus.
Selain itu, ada banyak makanan khas Indonesia di daftar menu: ayam kremes, sayur asem, sambal terasi, tahu isi, soto ayam, tempe, dan kerupuk udang. Saya makan di sana ketika restoran masih tutup menjelang sore. Tapi, di depan pintu, pelanggan dari pelbagai ras yang akan makan malam sudah antre mengular.
Resto ini adalah buah kerja keras Daus selama 20 tahun. Ia tiba di London pada akhir 1981 dengan tiket pesawat yang dikirim saudaranya, sopir di Kedutaan Besar Indonesia di London. Daus nekat berangkat ke Inggris karena penghasilan sebagai kondektur angkutan kota Kampung Melayu-Bekasi tak menentu.
Mendarat di Bandar Udara Heathrow yang sibuk, lulusan SMA 1 Indramayu ini termangu dua jam. Ia tak tahu jalan keluar. Ia amati setiap penumpang. Asumsinya, orang yang kusut pasti baru mendarat setelah penerbangan yang jauh. Ia ikuti mereka menyeret koper. "Saat itu saya baru tahu arti ''exit'' itu keluar," katanya, terbahak.
Daus lalu bekerja di restoran Indonesia sebagai pencuci piring. Tapi resto ini tak berumur lama. Pemiliknya ketahuan mengakali pajak. Pemerintah mengambil alih dan menjualnya. Pembelinya adalah tukang masak asal Malaysia. Resto itu kini jadi rumah makan Asia yang tukang masaknya adalah pemilik lama, bekas majikan Daus.
Seorang pengusaha Singapura kemudian mendirikan Nusa Dua Restaurant. Daus diajak bergabung dan naik pangkat jadi chef. Tapi perkongsian ini hanya bertahan tiga tahun. Pengusaha itu tak sanggup membayar cicilan modal. Royal Bank of Scotland (RBS) menyitanya. Daus kelimpungan tak punya pekerjaan.
Pada 1991 ia sudah menikahi Usya Suharjono, perempuan manis yang tengah kuliah kesekretariatan di London. Ayah Usya adalah wartawan radio BBC seksi Indonesia. Ia mengikuti orang tuanya ke London setelah lulus SMA 2 Jakarta Pusat pada 1983. Daus punya ide mengambil alih Nusa Dua.
Usya maju sebagai negosiator dengan bank karena ia fasih berbahasa Inggris. Daus hingga kini masih gagap. Kepada tiga anaknya, ia berbicara dalam bahasa Indonesia, tapi dijawab dalam bahasa Inggris. Usya membujuk bahwa resto itu merugikan RBS karena tak mendatangkan untung, sementara pajak tetap harus dibayar.
Daus meyakinkan mereka akan mengelola rumah makan dengan jaminan membayar cicilan 1.000 pound tiap bulan tepat waktu. ”Jika tahun pertama pembayaran tak jelas, bank silakan ambil alih lagi,” katanya. Deal. RBS ternyata setuju.
Sejak itu, Daus yang pegang kendali. Ia belanja, ia memasak, ia pula yang melayani pembeli. Karena makanan racikannya enak, pelanggan lama kembali, dan pembeli baru berdatangan. Restorannya mulai untung dengan omzet 10 ribu pon (Rp 140 juta) setiap pekan. Dalam waktu enam tahun, utang 100 ribu pound lunas.
Tabungannya mulai kembung. Daus membeli sebuah rumah seluas 300 meter persegi seharga Rp 5,2 miliar di sudut jalan dekat sekolah anaknya. Rumah sembilan kamar itu kini disewakan kepada pelancong asal Indonesia dengan tarif 19,5 pound semalam. Meski tak ada papan nama, orang tahu rumah bata merah di sudut jalan kompleks elite Colindale itu ”Wisma Indonesia”.
Daus-Usya tinggal tak jauh dari situ. Tiga mobil nangkring di garasi. Semuanya Mercedes yang harga satu unitnya rata-rata Rp 1,4 miliar. Daus kerap bolak-balik London-Bekasi untuk menengok keluarga besarnya di Jatiasih.
Setelah semua pencapaian ini, Daus hanya punya satu cita-cita: pulang kampung setelah anak-anaknya mandiri dan membuat taman pendidikan agama untuk anak-anak miskin.
BAGJA HIDAYAT
Unknown
Dahlan Iskan-Joko Widodo; Kisah Pengusaha yang Diuji Kekuasaan
Anda tentu pernah mendengar cerita legendaris Robin Hood? Ksatria dermawan yang membagi-bagikan hartanya kepada wong cilik—meski sebagian hasil curian. Dia mencuri harta hasil jarahan dari hartawan. Dia bak penjahat bagi para perompak, tapi di ujung sana, pahlawan bagi masyarakat banyak.
Tentu apapun versinya, bagaimanapun jalan ceritanya. Kisah heroik
seseorang dalam memenangkan hati rakyat pastilah menyentuh hati.
Tak terkecuali kisah Joko Widodo dan Dahlan Iskan kini.
Bila Robin Hood berderma ‘menunggangi’ kantong orang kaya. Tidak menggunakan kocek sendiri. Dahlan Iskan dan Joko Widodo
menyempurnakan cara Robin Hood. Mereka tidak menggunakan cara-cara
Robin Hood untuk menumpuk pundi-pundi. Sebagai pengusaha, mereka rela
merogoh kocek sendiri demi berbagi kepada yang lebih berhak.
Dari dokumentasi di berbagai media, saya mengenal mereka. Sebagai pengusaha, mereka cukup sukses melewati fase entrepreneurship.
Mereka memulai usaha nyaris tanpa campur tangan penguasa. Merintis
kerajaan bisnis media massa dan furniture dari nol. Sukses yang digapai
mereka tentu tak lepas dari cucuran keringat dan derai air mata. Secara
berseloroh bisa dikatakan mereka telah lulus sebagai pengusaha.
Kini mereka tengah diuji oleh kekuasaan.
Alih-alih menumpuk harta, tengoklah Jokowi yang tak pernah mengambil
gajinya selama menjabat sebagai Walikota Solo. Semuanya disumbangkan. Dahlan Iskan
lebih gila, sudah gaji tidak diambil, rapat-rapat dikurangi, mobil
dinas tidak dipakai, malah acapkali keluar uang pribadi untuk membiayai
segala terobosannya. Tercatat, dia pernah menjanjikan mobil bagi
pegawai BUMN yang mampu menelurkan ide terbaik.
Masih banyak lagi gebrakan mereka yang tentu otomatis tercatat oleh ‘malaikat maya’: Google. Sekecil apapun itu…
Namun mereka manusia juga, sama seperti kita. Pasti tersentuh khilaf dan
alpa. Karena saya percaya, kesempurnaan penciptaan manusia itu justru
pada ketidaksempurnaannya. Setiap kekaguman terhadap seseorang, saya
selalu berusaha menyisakan ruang untuk menerima kekurangannya. Sebagai
terapi dini untuk rasa kecewa.
Gebrakan masif Dahlan membuat gerah sebagian anggota DPR yang berbuah interpelasi. Dan keterlibatan Jokowi di Kiat Esmeka
berujung ketidaksukaan sebagian kalangan yang merasa telah membesarkan
Esemka. Itu saya dengar langsung dari salah satu tokoh yang merasa
berkeringat membesarkan nama Esemka.
Demikianlah, pasti ada angin yang akan menguji kekokohan sebuah pohon.
Makin tinggi pohonnya tentu makin kencang angin yang menerpa.
Di Indonesia, saya yakin sangat banyak sosok seperti mereka namun luput
dari liputan media. Karena media terlanjur jatuh cinta kepada adagium: bad news is good news. Kitalah—para blogger—yang berpeluang mengoreksinya.
Bila Jokowi telah selangkah memantapkan hatinya untuk mengabdi sebagai
calon gubernur DKI Jakarta. Dahlan Iskan tampaknya tinggal menghitung
hari untuk mengikuti jejak Jokowi. Mereka akan menjadi
antrian figur pengusaha yang diuji kekuasaan. Berhasilkah mereka
melewati ujian kekuasaan, seperti yang didengungkan Lincoln, “Hampir
semua pria mampu bertahan menghadapi kesusahan. Namun, jika Anda ingin
menguji karakter sejati pria, beri dia kekuasaan.”
Sumber: http://birokrasi.kompasiana.com/2012/04/18/dahlan-iskan-joko-widodo-kisah-pengusaha-yang-diuji-kekuasaan/
UnknownKisah Sukses
Kisah Pengusaha Sukses yang Berusia 18 Tahun
Bisnis aneka minuman cepat saji kian mengalir. Mulai mengusung merek
pribadi hingga waralaba (franchise). Bahan dasarnya bisa susu, cincao,
teh, sinom alias jamu, buah, hingga yang serba racikan sendiri. Bisnis
teh kemasan siap saji misalnya, banyak diminati lantaran keuntungan
yang diperoleh cukup besar, cara pembuatannya juga tak sulit.
Meracik teh yoghurt kini menjadi andalannya. Padahal, Victor Giovan Raihan, pelajar 18 tahun ini, semula hanya iseng-iseng saja membuat minuman yang memadukan teh dan susu fermentasi ini. Hasilnya, minuman olahannya ternyata memiliki banyak penggemar.
“Modal awalnya Rp 3 juta dengan meminjam dari orangtua sekitar 2010. Saat ini per outlet paling apes menghasilkan Rp 2 juta per bulan. Outlet lain yang ramai bisa lebih dari itu,” aku pemilik merek Teh Kempot ini.
Ide menamai Teh Kempot berasal dari cara orang minum teh kemasan dengan sedotan, jika teh terasa enak dan hampir habis pasti orang akan terus menyedot hingga bentuk pipinya kempot. Begitu kira-kira harapan Victor menjadikan teh yoghurt berasa paling yummy.
Sulung dua bersaudara yang bersekolah di SMA Negeri 1 Kepanjen ini memiliki 10 outlet yang dikelola sendiri dan 17 outlet yang dikelola oleh mitranya. Bermitra dengannya cukup bayar Rp 3,5 juta dan akan mendapatkan 1 paket booth (gerobak), alat masak dan 100 cup (gelas kemasan) pertama. Dua mitra diantaranya ada di Jakarta dan Palembang, lainnya tersebar di Kota Malang.
“Saya belum berani menjual hak dagang secara franchise karena masih sangat pemula. Jujur saja bisnis teh kemasan siap saji ini marjin keuntungannya bisa 350 persen. Kalau kuliner seperti, Bakso Mercon yang sedang saya kelola, marjin keuntungannya hanya 100 persen,” lanjut putra pasangan Sri Winarsih dan Bambang Hermanto.
Victor memang lebih dulu mengelola bisnis bakso, ketimbang teh yoghurt. Outlet baksonya baru ada lima, kesemuanya ada di Malang. Tahun ini, ia berencana nambah lima outlet. Bisnis yang dikelolanya ini belakangan berkembang ke minuman. Alasannya sederhana, kalau orang makan bakso pasti butuh minum.
“Saya coba beli daun teh setengah matang dari pemasok, saya kelola sendiri lalu saya mix dengan yoghurt (susu fermentasi). Ada rasa lemon tea, stoberi, dan cokelat,” ujar pria yang bermukim di Jl Panji II Kepanjen ini.
Per kemasan atau segelas teh yoghurt ukuran 250 ml dijual seharga Rp 2.000-2.500. Jumlah karyawan yang bekerja padanya kini tak kurang dari 50 orang, termasuk untuk outlet bakso dan teh yoghurt.
Setiap harinya, ia bisa menghabiskan 20 kg daun teh kering untuk diproduksi atau menjadi 70 gelas. Gula yang dibutuhkan 4 kg per outlet per hari. Sedangkan kebutuhan daging untuk bakso sekitar 20 kg per hari.
“Usaha bakso tetap akan jadi core business saya karena omzetnya besar. Kalau teh hanya sampingan. Ke depan, saya akan tambah mitra di kota-kota besar, seperti Surabaya dan Sidoarjo,” lanjut Victor.
Ia mengaku, jalan yang ia tempuh dari hasil kerja kerasnya kini membawa keberuntungan yang luar biasa di usianya yang masih belia. “Saya tidak tahu jika dulu saya mengikuti anjuran ayah untuk sekolah di kepolisian apa ‘omzet’nya akan sebesar ini. Keluarga besar saya semua di jalur angkatan bersenjata. Tapi saya tidak minat mengikuti jejak tersebut,” yakinnya.
Untuk perluasan usaha, Victor masih enggan mengajukan kredit kemana-mana. Pakai modal pribadi dan pinjam orangtua masih memungkinkan. “Toh bapak saya dapat fasilitas kredit dari bank, yakni kredit kepolisian. Saya pinjam dari situ juga,” pungkasnya.
Sumber -> http://www.putunik.com/inilah-kisah-...-18-tahun.nick
Meracik teh yoghurt kini menjadi andalannya. Padahal, Victor Giovan Raihan, pelajar 18 tahun ini, semula hanya iseng-iseng saja membuat minuman yang memadukan teh dan susu fermentasi ini. Hasilnya, minuman olahannya ternyata memiliki banyak penggemar.
“Modal awalnya Rp 3 juta dengan meminjam dari orangtua sekitar 2010. Saat ini per outlet paling apes menghasilkan Rp 2 juta per bulan. Outlet lain yang ramai bisa lebih dari itu,” aku pemilik merek Teh Kempot ini.
Ide menamai Teh Kempot berasal dari cara orang minum teh kemasan dengan sedotan, jika teh terasa enak dan hampir habis pasti orang akan terus menyedot hingga bentuk pipinya kempot. Begitu kira-kira harapan Victor menjadikan teh yoghurt berasa paling yummy.
Sulung dua bersaudara yang bersekolah di SMA Negeri 1 Kepanjen ini memiliki 10 outlet yang dikelola sendiri dan 17 outlet yang dikelola oleh mitranya. Bermitra dengannya cukup bayar Rp 3,5 juta dan akan mendapatkan 1 paket booth (gerobak), alat masak dan 100 cup (gelas kemasan) pertama. Dua mitra diantaranya ada di Jakarta dan Palembang, lainnya tersebar di Kota Malang.
“Saya belum berani menjual hak dagang secara franchise karena masih sangat pemula. Jujur saja bisnis teh kemasan siap saji ini marjin keuntungannya bisa 350 persen. Kalau kuliner seperti, Bakso Mercon yang sedang saya kelola, marjin keuntungannya hanya 100 persen,” lanjut putra pasangan Sri Winarsih dan Bambang Hermanto.
Victor memang lebih dulu mengelola bisnis bakso, ketimbang teh yoghurt. Outlet baksonya baru ada lima, kesemuanya ada di Malang. Tahun ini, ia berencana nambah lima outlet. Bisnis yang dikelolanya ini belakangan berkembang ke minuman. Alasannya sederhana, kalau orang makan bakso pasti butuh minum.
“Saya coba beli daun teh setengah matang dari pemasok, saya kelola sendiri lalu saya mix dengan yoghurt (susu fermentasi). Ada rasa lemon tea, stoberi, dan cokelat,” ujar pria yang bermukim di Jl Panji II Kepanjen ini.
Per kemasan atau segelas teh yoghurt ukuran 250 ml dijual seharga Rp 2.000-2.500. Jumlah karyawan yang bekerja padanya kini tak kurang dari 50 orang, termasuk untuk outlet bakso dan teh yoghurt.
Setiap harinya, ia bisa menghabiskan 20 kg daun teh kering untuk diproduksi atau menjadi 70 gelas. Gula yang dibutuhkan 4 kg per outlet per hari. Sedangkan kebutuhan daging untuk bakso sekitar 20 kg per hari.
“Usaha bakso tetap akan jadi core business saya karena omzetnya besar. Kalau teh hanya sampingan. Ke depan, saya akan tambah mitra di kota-kota besar, seperti Surabaya dan Sidoarjo,” lanjut Victor.
Ia mengaku, jalan yang ia tempuh dari hasil kerja kerasnya kini membawa keberuntungan yang luar biasa di usianya yang masih belia. “Saya tidak tahu jika dulu saya mengikuti anjuran ayah untuk sekolah di kepolisian apa ‘omzet’nya akan sebesar ini. Keluarga besar saya semua di jalur angkatan bersenjata. Tapi saya tidak minat mengikuti jejak tersebut,” yakinnya.
Untuk perluasan usaha, Victor masih enggan mengajukan kredit kemana-mana. Pakai modal pribadi dan pinjam orangtua masih memungkinkan. “Toh bapak saya dapat fasilitas kredit dari bank, yakni kredit kepolisian. Saya pinjam dari situ juga,” pungkasnya.
Sumber -> http://www.putunik.com/inilah-kisah-...-18-tahun.nick
Sabtu, 21 Juli 2012
UnknownPeluang Usaha
Sepatu Lukis Lagi 'Ngetren'
BANDUNG, KOMPAS.com — Sepatu kanvas lukis atau sneaker menjadi tren baru kawula muda sekaligus sebagai media alternatif untuk melukis.
"Kalau sekarang, sepatu lukis atau sneaker ini sedang digandrungi anak muda, khususnya anak SMA dan mahasiswa," kata pengusaha sepatu lukis, Demas Adityha (24), di Jalan Ciwastra Kota Bandung, Minggu.
Ia menjelaskan, tren sepatu lukis itu berasal dari luar negeri, tetapi pada awal tahun 90-an mulai masuk ke Indonesia dan kini semakin digandrungi anak muda yang ingin tampil beda dalam hal berpenampilan.
Dengan sedikit sentuhan kreativitas dari tangan berbakat seperti Demas Aditya atau yang akrab dipanggil Aditya, jadilah sepasang sepatu unik dengan goresan cat di seluruh permukaannya.
Menariknya, sering kali pengusaha sepatu kanvas lukis di berbagai Kota Indonesia, menjadikan slogan "one and only in the world" sebagai daya tarik bagi produk sepatunya.
"Karena dikerjakan dengan tangan, maka lukisan tiap sepatu tak ada yang sama persis. Maka, tak salah bila slogan tersebut disandangkan pada sepatu kanvas lukis yang selalu berbeda tiap pengerjaannya atau ’one and only in the world’," kata Aditya.
Berbagai corak dan warna yang tergores di permukaan sepatu ini telah memikat anak muda, terlebih para wanita. "Kalau di Bandung sendiri, tren sneaker ini semakin digandrungi sekitar awal tahun 2000," kata Aditya.
Untuk harga, sebuah sepatu lukis dijual dengan kisaran harga Rp 50.000 hingga Rp 100.000. "Untuk harga itu bervariasi, tapi bisa lebih murah kalau motif di sepatu yang akan dilukis berdasarkan keinginan pembeli atau sepatunya dari pembeli, kita tinggal melukisnya," ujar Aditya.
Saat ini, motif sepatu lukis yang sedang digandrungi oleh pembeli ialah motif tokoh kartun, logo grup band seperti The Rolling Stone, atau grafiti.
"Kalau untuk motif sendiri, ada tiga motif yang paling banyak diminati pembeli, tapi di antara tiga motif itu yang paling banyak dipesan itu motif grafiti," katanya.
"Perawatannya cukup sulit, karena ada lukisannya itu, sehingga harus dirawat ekstra hati-hati, terutama saat mencuci," kata Aditya.
Sepintas, tak ada yang berbeda dari bentuk sepatu lukis dengan laiknya sepatu biasa, tetapi jika diperhatikan permukaannya, corak yang menghiasi sepatu ini bukan buatan pabrik, melainkan lukisan tangan.
"Kalau sekarang, sepatu lukis atau sneaker ini sedang digandrungi anak muda, khususnya anak SMA dan mahasiswa," kata pengusaha sepatu lukis, Demas Adityha (24), di Jalan Ciwastra Kota Bandung, Minggu.
Ia menjelaskan, tren sepatu lukis itu berasal dari luar negeri, tetapi pada awal tahun 90-an mulai masuk ke Indonesia dan kini semakin digandrungi anak muda yang ingin tampil beda dalam hal berpenampilan.
Dengan sedikit sentuhan kreativitas dari tangan berbakat seperti Demas Aditya atau yang akrab dipanggil Aditya, jadilah sepasang sepatu unik dengan goresan cat di seluruh permukaannya.
Menariknya, sering kali pengusaha sepatu kanvas lukis di berbagai Kota Indonesia, menjadikan slogan "one and only in the world" sebagai daya tarik bagi produk sepatunya.
"Karena dikerjakan dengan tangan, maka lukisan tiap sepatu tak ada yang sama persis. Maka, tak salah bila slogan tersebut disandangkan pada sepatu kanvas lukis yang selalu berbeda tiap pengerjaannya atau ’one and only in the world’," kata Aditya.
Berbagai corak dan warna yang tergores di permukaan sepatu ini telah memikat anak muda, terlebih para wanita. "Kalau di Bandung sendiri, tren sneaker ini semakin digandrungi sekitar awal tahun 2000," kata Aditya.
Untuk harga, sebuah sepatu lukis dijual dengan kisaran harga Rp 50.000 hingga Rp 100.000. "Untuk harga itu bervariasi, tapi bisa lebih murah kalau motif di sepatu yang akan dilukis berdasarkan keinginan pembeli atau sepatunya dari pembeli, kita tinggal melukisnya," ujar Aditya.
Saat ini, motif sepatu lukis yang sedang digandrungi oleh pembeli ialah motif tokoh kartun, logo grup band seperti The Rolling Stone, atau grafiti.
"Kalau untuk motif sendiri, ada tiga motif yang paling banyak diminati pembeli, tapi di antara tiga motif itu yang paling banyak dipesan itu motif grafiti," katanya.
"Perawatannya cukup sulit, karena ada lukisannya itu, sehingga harus dirawat ekstra hati-hati, terutama saat mencuci," kata Aditya.
Sepintas, tak ada yang berbeda dari bentuk sepatu lukis dengan laiknya sepatu biasa, tetapi jika diperhatikan permukaannya, corak yang menghiasi sepatu ini bukan buatan pabrik, melainkan lukisan tangan.
Langganan:
Postingan (Atom)